Bismillaah,
PEOPLE OF INDEPENDENT
Imam Syafi’i pernah menasehati seseorang. Nasehatnya, “Allah telah menciptakanmu sebagai orang merdeka, maka jadilah sebagaimana Dia telah menciptakanmu.”
Merdeka menurut Imam Syafi’i, bukan bermakna bebas tanpa batas dan menyelisihi syariat Allah. Kemerdekaan dimaksud adalah terbebas dari penjajahan hawa nafsu, penyembahan dan ketundukan kepada selain Allah.
Dipertegas lagi oleh Al-Utsaimin, menjadi hamba Allah, itulah kemerdekaan yang hakiki, karena siapapun yang tidak menghamba kepada Allah, dia pasti menghamba kepada yang selain-Nya. Seperti penegasan Allah, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.” (QS. 1:5).
Seseorang yang merdeka hanya menghambakan dirinya kepada Allah bukan kepada selain-Nya, sampai kapan? Sampai datang sesuatu hal yang sangat diyakini, “Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” (QS. 15:99).
Di sisi lain, selama 80 tahun bangsa Indonesia secara politik sudah merdeka dari cengkeraman penjajah. Namun kemerdekaan bukan sekadar berdirinya sebuah negara atau bergantinya pemerintahan, tapi merdeka sejatinya tidak diperbudak hawa nafsu. Kata Ibnul Qayyim, “Hawa nafsu adalah berhala yang disembah oleh banyak orang tanpa mereka sadari.”
Dalam Islam, kemerdekaan terjadi ketika seseorang menjadi hamba Allah sepenuhnya tanpa bergantung kepada makhluk lain. Namun, ketika seseorang lari dari penghambaan kepada Allah, kemudian tertawan oleh hawa nafsu dan setan. Inilah bentuk kemerdekaan yang masih terjajah.
Sekali lagi, sebagai Muslim, benarkah kita sudah merdeka hari ini? Jawabannya, mungkin sudah merdeka raganya (jasadiyah), tapi belum merdeka jiwanya (ruhiyah). Mana yang lebih penting?
Kemerdekaan jiwa jauh lebih penting daripada raga semata. Jiwa yang merdeka tidak bisa dihentikan spirit juangnya, meski raganya tersandera. Sebaliknya, raga yang sehat, kuat, dan gagah perkasa, ketika jiwanya tersandera, maka jiwanya menjadi budak. Kekuatan fisiknya tidak akan bermakna apa-apa.
Kisah Bilal bin Rabah, seorang budak yang disiksa tuannya kerena tidak mau melepaskan keimanannya. Di bawah panas matahari, diletakkan batu besar di dadanya, Bilal tetap menolak untuk menyekutukan Allah, sambil berucap, “Demi Allah, kalau aku tahu ada satu kata lain yang akan menyebabkan kalian lebih marah, tentulah akan aku katakan.”
Pasukan penjajah memang telah hengkang dari negeri ini. Secara fisik yang memimpin negeri ini adalah anak-anak negeri sendiri. Namun, sudahkah para penguasa negeri ini mempunyai jiwa yang merdeka, berani menolak hegemoni asing, bahkan menentangnya?
Alih-alih mau menolak atau menentang mereka, kita malah menggelar karpet merah untuk dihisap lebih dari 70% kekayaan negeri ini atas nama investasi. Akhirnya, rakyat kita menjadi kuli di negerinya sendiri, yang bekerja untuk keuntungan majikannya.
Juga rapor merah pemerintah hari ini adalah, rakyat tidak lebih dari sekedar sapi perah yang terus menerus dieksploitasi. Sementara itu, rakyat terus berjuang menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok dan ketidakpastian ekonomi. Belum lagi segala macam dikenakan pajak, dan hutang luar negeri yang mencekik leher. Rakyat mendesak butuh solusi, bukan sekadar narasi, yang sering diucapkan berulang kali, tanpa bukti.
Jiwa yang merdeka tidak akan bergantung pada manusia, yang sangat senang dengan pujiannya, dan sangat khawatir dengan celaannya. Sebalikya, jiwa yang terjajah, akan terus menghamba pada hawa nafsu dan tidak mau tunduk kepada syariat-Nya. Jiwa seperti inilah menjadi hina, menghinakan, dan terjajah.
Seperti inilah nasehat Umar bin Khattab, “Sesungguhnya kita dulu adalah kaum yang hina, kemudian Allah muliakan kita dengan Islam. Ketika kita mencari kemuliaan selain dengan yang Allah telah muliakan kita, maka Allah pasti akan menghinakan kita.” (HR. Hakim).
Momentum mensyukuri Milad ke-80 negeri tercinta ini, bisa dirasakan kemuliaan dan keberkahannya hanya bagi orang-orang yang merdeka (People of independent), khususnya merdeka ruhiyah-nya.
Kesimpulan
Siapapun yang Allah muliakan, mereka tidak lain adalah yang benar-benar merdeka, hanya menghamba kepada Allah, tidak kepada selain-Nya.
Fastabiqul khairat …
Oleh : Nur Alam, Jum’at Penuh Berkah, 21 Shafar 1447 H./15 Agustus 2025 M. Pukul 05.25 WIB.
#sekolahislamterbaik
#smartschool