LEAVE ALL THE BADNESS

Article Image

Bismillaah,

LEAVE ALL THE BADNESS

Hari ini, menjadi Jum’at pertama dalam bulan Muharram tahun 1447 Hijriyyah. Tanggal 1 Muharram diperingati sebagai Tahun Baru Islam, yang sarat dengan nilai-nilai hijrah. 

Dari momentum ini, masih ada di antara kita yang belum atau kurang faham tentang tahun barunya umat Islam. Kadang mereka lebih banyak tahu tentang Tahun Baru Masehi, yang jatuh pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya.

Momentum Muharram yang sarat dengan nilai-nilai historis, spiritual, moral, dan perjuangan, pernah menjadi titik tolak kemenangan umat Islam, dengan mentaati printah hijrah dari Allah. “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. 9:20).

Pertanyaannya adalah, masih relevankah perintah hijrah di era digital hari ini? Di mana setiap orang sudah bisa berinteraksi dan berhubungan dengan sesamanya lebih mudah dan lebih cepat di dunia maya, ketimbang di dunia nyata. 

Jawabannya tegas, perintah hijrah hari ini masih relevan, bahkan sangat relevan di era digital ini. Mengapa? Karena hijrah sejatinya menjadi proses pembelajaran dan perbaikan diri secara istiqamah dan berkelanjutan. Namun fenomena hijrah di era digital ini, sudah mulai bergeser menjadi ajang pencitraan diri.

Di sisi lain, platform digital bisa menjadi peluang besar bagi dakwah dan transformasi diri. Di samping menjadi sarana penyebaran konten dakwah yang kreatif dan menyentuh hati. Namun perlu dihindari, jangan berlebihan dalam hal tersebut. Dan harus tetap dijaga niat yang lurus dalam menggunakan media digital tersebut.

Hijrah hari ini jangan hanya dimaknai sebagai perpindahan fisik semata. Lebih dari itu, hijrah merupakan perubahan cara hidup menuju arah yang lebih baik dan diridhai Allah SWT. Hijrah hari ini harus dimaknai meninggalkan semua bentuk keburukan, kemaksiatan, kecurangan, ketidakjujuran, dan kepalsuan (Leave all the badness). Rasulullah SAW. bersabda, “Orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang Allah.” (HR. Muslim).

Hijrah bukan sekadar trend atau life style. Ia menjadi perjuangan tanpa henti dalam melakukan perubahan pikiran, ucapan dan perbuatan. Urgensinya adalah meninggalkan apa yang dibenci Allah untuk menuju kepada apa yang dicintai-Nya. "Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di atas bumi itu?" (QS. 4:97).

Maka, menjadi contoh baik (best practice) dalam berhijrah bukan hanya tampil mempesona di media digital, tapi harus mampu menginspirasi orang lain melalui keteladanan akhlak yang baik. Masih banyak orang yang berhijrah dengan menampilkan identitas hijrahnya secara masif di media digital untuk mendapat apresiasi publik. Padahal inilah yang kemudian disebut dengan ‘riya digital.’

Fenomena ‘riya digital’ akan terjadi, ketika seseorang memamerkan aktivitas ibadahnya. Seperti meng-upload shalat atau sedekahnya dan ibadah lainnya ke media digital, bukan untuk mencari ridha Allah, tapi lebih untuk mendapatkan apresiasi manusia. Aktivitas seperti ini yang harus dijauhkan oleh setiap kita yang sedang atau sudah berhijrah. 

Makna hijrah substansinya meninggalkan semua keburukan, menuju ridha dan cinta Allah. Seperti merubah gaya berbusana, yang awalnya tidak berhijab kemudian berhijab. Selain itu juga mematuhi gaya berbusana dengan tidak berhias yang berlebihan, berpenampilan yang tertutup dan tetap menundukkan pandangan.
 (QS. 24:31 dan QS. 33:59).

Makna hijrah sejatinya meninggalkan semua keburukan, menuju ridha dan cinta Allah. Seperti hijrah dari riba itu bisa dan pasti mampu sekali. Sudah banyak bukti, bahwa hijrah dari riba akan mendatangkan hidup penuh berkah dan hati semakin tenang. Hanya masalahnya mau atau tidak? Kalau tidak sekarang, mau kapan lagi? (QS. 2:276).

Makna hijrah urgensinya meninggalkan semua keburukan, menuju ridha dan cinta Allah. Seperti mendatangi atau mempercayai dukun. Mendatangi dukun, sanksinya tidak diterima shalat kita selama empat puluh hari. Dan mempercayai perkataan dukun, sanksinya kita jatuh dalam perbuatan kufur. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). 

'Ala kulli hal, makna hijrah yang syar’i, bukan hanya sekadar perpindahan tempat saja. Tetapi juga perpindahan dari syirik menuju tauhid, dari kufur menuju iman, dari maksiat menuju taat, dari sesat menuju hidayah, dari munkar menuju ma’ruf, dari kegelapan menuju cahaya, dan dari hidup jahiliyah menuju hidup berkemajuan.

Hijrah tidak hanya butuh proses, tapi butuh progres. Maka, istiqamah lah di atas jalan berliku dalam prosesnya. Dan optimis lah di atas jalan terjal untuk meraih progresnya.   

Simpulan

Memaknai hijrah yang relevan hari ini adalah, bukan hanya tentang berpindah tempat. Lebih dari itu, meninggalkan semua keburukan, menuju kepada ridha dan cinta Allah. 
Wallahul A’lam …

Oleh : Nur Alam, Jum’at Penuh Berkah, 1 Muharram 1447 H./27 Juni 2025 M. Pukul 05.25 WIB.

#smartschool