SPIRITUAL COMPANION

Article Image

Bismillaah,

              SPIRITUAL COMPANION

Sebagai makhluk sosial, setiap orang membutuhkan teman dalam berbagai aktivitas kesehariannya. Apakah di keluarga, masyarakat, atau di tempat-tempat lain.

Mereka biasa disebut teman, karib, konco, bestie, friend, sohib atau sahabat. Kadang mereka berasal dari pertemanan di desa, di masyarakat, di masjid, di halaqoh, di sekolah, di kampus, di kantor, di perantauan, atau di komunitas tertentu. Terlebih lagi, di era digital ini, berteman di dunia maya, jauh lebih mudah daripada berteman di dunia nyata.

Selanjutnya, penulis ingin menyebut mereka sebagai sahabat saja. Seperti Rasulullah SAW., tidak pernah menyebut kaum Muhajirin dan Anshar sebagai murid-muridnya, tetapi mereka disebut sebagai sahabat Rasulullah. Karena, di samping terkesan lebih familiar, juga tidak ada perbedaan status sosial antara guru dengan murid-muridnya.  

Namun saat ini, ada banyak alasan, mengapa mereka bersahabat? Mungkin ada yang ingin mendapat fasilitas hidup, ingin mendapat pekerjaan atau jabatan, ingin belajar bersama, ingin mengisi waktu luang, ingin punya status sosial, ingin ikut berorganisasi, ingin menambah wawasan, atau alasan lainnya.  

Dari sekian banyak persahabatan dengan berbagai komunitas di atas, belum tentu mereka menjadi sahabat spiritual (Spiritual companion). Karena salah satu bentuk cinta Allah kepada hamba-Nya adalah mengirimkan sahabat spiritual, yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah.

Sahabat spiritual bukan sekadar teman biasa, melainkan orang-orang yang rela berkorban demi kebaikan kita. Dalam prakteknya, sahabat spiritual bisa menjadi penasehat dan tempat berbagi pengalaman spiritual. Mereka selalu memberi motivasi dalam menjalani hidup dan membantu kita menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Mereka bisa saja pasangan hidup, tetangga, atau siapa saja yang benar-benar tulus bersahabat untuk kedekatan kita dengan Allah.

Al-Qur’an berkisah tentang persahabatan ini, “Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, "Aduhai sekiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” Kecelakaan besarlah bagiku, sekiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (QS. 25:27-29).

Ayat tersebut mengisahkan tentang seorang sahabat yang sering mengikuti majelis Rasulullah SAW. Suatu hari datang seorang teman lamanya yang memprovokasinya, apakah sahabat tadi memilih akan terus mengikuti dakwah Nabi atau memutuskan pertemanan dengannya itu. Akhirnya, dia lebih memilih memutus persahabatannya dengan Rasulullah SAW. Sehingga dia sampai rela melemparkan kotoran ke punggung Nabi. Dan di akhir hayatnya, dia menyesali perbuatannya tersebut, dan meninggal dunia dalam keadaan kafir.

Tentang persahabatan yang baik dan buruk, telah disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW., ”Permisalan bersahabat dengan orang shalih dan orang yang buruk bagaikan bersahabat dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun apabila engkau berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Lebih jauh lagi, menurut Imam Ibnu Atha’illah, setidaknya ada dua kriteria dalam memilih sahabat yang baik. Pertama, tingkah lakunya, mendekatkan diri kita kepada Allah. Kedua, perkataannya, menunjukkan jalan kita kepada Allah. Kata beliau, “Keduanya harus ada dalam diri seseorang yang akan bersahabat dengan kita.”

Sahabat spiritual adalah orang-orang yang menasehati kita ketika sedang futur dalam beribadah dan bermu’amalah. Imam Ibnul Mubarak pernah berkata, “Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga, lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabatnya yang selalu bersama mereka dahulu di dunia. Mereka bertanya tentang sahabatnya kepada Allah, “Ya Rabb, kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang ketika di dunia shalat, puasa, dan berjuang bersama kami?.” Kemudian Allah menjawab, “Pergilah ke neraka, lalu keluarkan sahabat-sahabatmu yang di dalam hatinya masih ada iman walaupun sebesar zarrah.”

Ada kisah sahabat spiritual yang sangat mengharukan yang pernah dicontohkan Abu Bakar ketika akan berhijrah bersama Nabi ke Madinah. Ketika itu, ada ancaman pembunuhan terhadap diri Nabi, tapi Abu Bakar tidak hanya menemani Nabi berlindung di Gua Tsur, dengan penuh keberanian, beliau siap menjadi perisai hidup Nabi, meski nyawa sebagai taruhannya.

Simpulan

Sahabat spiritual bukan hanya persahabatan berdasarkan kedekatan fisik atau kedudukan sosial, tetapi lebih karena cinta yang tulus kepada Allah dan Rasul-Nya. 

Carilah sahabat spriritual yang tulus berkorban, berjuang, mendukung, membantu, dan menyayangi, untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah. 
Wallahul Musta’an …

Oleh : Nur Alam, Jum’at Penuh Berkah, 24 Dzulhijjah 1446 H./20 Juni 2025 M. Pukul 05.25 WIB.