Bismillaah,
A BLESSED NIGHT
Hari ini, kita sudah memasuki shaum Ramadhan pada sepuluh terakhir. Di dalamnya ada malam-malam ganjil, yang kehadirannya sangat dinanti oleh setiap Muslim.
Mengapa dinanti kehadirannya? Karena menjadi malam yang penuh berkah (A blessed night). Biasanya, kehadirannya ditandai dengan langit yang bersih, udara yang tidak panas maupun dingin, tidak berawan, tidak hujan, tidak ada bintang, dan siang harinya sinar matahari tidak terlalu panas.
Malam-malam ganjil itu sangat ditungu-tungu, karena menjadi malam-malam yang penuh berkah, malam yang lebih baik dari seribu bulan, waktu diturunkan Al-Qur'an, bersamanya turun Malaikat Jibril dan menjadi waktu diampuni dosa-dosa hamba Allah.
(QS. 97:1-5).
Itulah Lailatul Qadar, malam diturunkannya Al-Qur’an. Ibnu ‘Abbas mengatakan, "Allah menurunkan Al-Qur’an secara utuh sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke Baitul ‘Izzah:yang ada di langit dunia. Kemudian Allah menurunkannya kepada Rasulullah SAW. secara berangsur sesuai dengan kejadian-kejadian yang menyertainya, selama 23 tahun."
Firman Allah, “Dan Al-Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian (berangsur-angsur).”
(QS. 17:106).
Terjadinya Lailatul Qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap. Rasulullah SAW., bersabda, “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” Dan sabda beliau yang lain, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).
Pada sepuluh malam terakhir itu, Rasulullah SAW. meninggalkan keluarganya dan menghabiskan waktunya untuk i’tikaf di masjid Madinah. ‘Aisyah mengatakan, “Nabi ketika memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malamnya dan membangunkan keluarganya.”
(HR. Bukhari).
Bahkan, kesungguhan Rasulullah SAW. dan para sahabatnya, beribadah menghidupkan malam-malam tersebut melebihi dari waktu lainya, seperti disabdakan, “Rasulullah SAW. sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim).
Sufyan Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan bersungguh-sungguh ibadah pada malam-malam tersebut.” Beliau juga mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat pada malam-malam penuh kemuliaan tersebut.
Meski demikian, menghidupkan malam-malam sepuluh terakhir tidak harus seluruhnya. Jika seorang bisa melakukananya dengan i’tikaf, itu lebih baik. Namun i’tikaf bukanlah syarat untuk meraih malam kemuliaan tersebut. Juga bukanlah syaratnya harus di masjid untuk meraihnya. Nelayan yang di laut, petugas keamanan di posnya, pekerja bongkar muat di pelabuhan, dan lainnya, mereka juga berhak meraihnya.
Malam-malam itu, masjid-masjid dipenuhi jama’ah yang sedang khusyu’ beribadah dan bermunajat kepada Allah. Menanti datangnya Lailatul Qadar, malam seribu bulan yang penuh ampunan dari Allah. Tepat di sepertiga malam terakhir, jama’ah semakin tenggelam penuh tawadhu’ mendekati Rabb-nya. Seraya mereka berdo’a, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni.” (Ya Allah, Engkau pemberi maaf dan Engkau suka memberikan maaf, maka maafkanlah aku).
Mereka larut dalam tilawatil Qur'an. Do’a, wirid dan dzikir dimohonkan. Juga shalat malam didirikan. Sujud mereka bahkan lebih panjang dari biasanya. Ketika malam seribu bulan perlahan pergi, perasaan khauf (cemas) dan raja’ (harap) menghampiri mereka. Cemas, karena khawatir tidak diterima amal ibadahnya, dan penuh harap, masih bisakah dipertemukan lagi dengan Ramadhan berikutnya.
Di sisi lain, siapapun, yang sering bingung dengan berbagai masalah hidup yang dihadapi, coba adukan kepada Allah dengan tulus pada sepertiga malam terakhir sambil i'tikaf Ramadhan. Air mata penyesalan yang berderai sangat berbeda energinya dibanding air mata drama, apalagi air mata buatan.
Kesibukan sehari-hari seringkali membebani pikiran dan perasaan kita, bahkan sampai pada titik stres, Na’udzu billah. Ditambah lagi berbagai informasi yang berseliweran di dunia maya, terasa sangat menyesakkan dada. Maka, i’tikaf di bulan Ramadhan ini menjadi solusi terbaik.
Simpulan
Tidak ada ibadah yang paling dicintai Allah di penghujung Ramadhan ini, kecuali melakukan i’tikaf, seperti orang-orang shalih terdahulu melakukannya.
Di penghujung Ramadhan ini, kita sempurnakan ibadah shaum Ramadhan dan zakat kita dengan melakukan i'tikaf di masjid-masjid Allah.
Fastabiqul khairat …
Oleh : Nur Alam, Jum’at Penuh Berkah, 21 Ramadhan 1446 H./21 Maret 2025 M. Pukul 04.20 WIB.