O V E R C L A I M

Article Image

Bismillaah,

O V E R C L A I M 

Saat ini, media sosial kita sedang diramaikan oleh istilah Overclaim. Warganet menggunakannya untuk menyanggah pernyataan yang dianggap tidak realistis.

Overclaim biasa dipakai untuk menyebut sebuah pernyataan yang dilebih-lebihkan. Pernyataan yang dinilai overclaim biasanya juga dianggap sebagai sebuah pernyataan atau janji yang tidak sesuai dengan fakta atau kenyataan. 

Penggunaan istilah tersebut bukan hanya untuk industri makanan, minuman, obat-obatan, jasa, layanan, pelatihan, pendidikan dan sosial, tapi juga sudah merambah pada dunia perpolitikan di tanah air ini.   

Dalam platform sosial, sering kita jumpai sebuah pernyataan yang terlalu bombastis. Misalnya, “Produk ini dapat menyelesaikan semua masalah dalam hidup Anda dalam sekejap.” Inilah sebuah overclaim yang sering tidak sesuai dengan kenyataan.

Juga dalam dunia politik, banyak caleg yang mempromosikan dirinya, jika dipilih kelak menjadi wakil rakyat, mereka ‘menjanjikan’ untuk bikin atau perpanjang SIM gratis, sembako murah, bpjs gratis, pendidikan swasta gratis, lapangan kerja terbuka luas, dan seterusnya. 

Janji-janji manis tersebut menjadi sebuah overclaim, karena setelah duduk di kursi yang empuk dengan fasilitas mewah dan hidup penuh privilege, meski itu dari keringat dan pajak rakyat, mereka lupa daratan dan lautan dengan janji-janjinya sebelum dipilih.   

Siapapun mereka, pemimpin atau rakyat biasa yang melakukan overclaim, Allah sangat membenci mereka, seperti firman-Nya, “Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. 
(QS. 61:3).

Kisah Ali bin Abi Thalib, meski menduduki posisi terhormat sebagai khalifah, beliau selalu menebar kebaikan, tidak terkecuali dengan rakyatnya. Beliau seorang pemimpin yang tidak pernah melakukan overclaim dengan janjinya kepada siapapun yang dipimpinnya. 

Ketika Rasulullah SAW. sudah mendekati ajalnya, beliau kumpulkan semua sahabatnya di masjid Madinah dan bekata, “Sesungguhnya, aku akan pergi menemui Allah SWT. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan semua urusanku dengan manusia. Siapa saja yang pernah aku zhalimi, silahkan berdiri dan meminta qishash (pembalasan setimpal) dariku sebelum qishash di hari kiamat kelak" 
(QS. 2:179).

Lanjut beliau, ”Adakah aku pernah berhutang kepada kalian?. Aku ingin menyelesaikan hutang-hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah SWT. dalam keadaan berhutang dengan manusia”.

Sampai tiga kali beliau mengulangi pertanyaannya, barulah seorang Ukasyah berdiri dan berkata, “Aku pernah bersamamu dalam suatu perang. Tiba-tiba engkau mengangkat pecut dan mengenai perutku. Aku tidak tahu, apakah kejadian itu engkau sengaja atau engkau ingin memecut unta?.”

Mendengar cerita Ukasyah, para sahabat kaget dan marah. Karena menurut para sahabat, Rasulullah tidak sengaja. Rasulullah tidak marah dan berkata, “Sesungguhnya itu adalah hutangku wahai Ukasyah, kalau dulu aku pecut engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama.”

Dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi, ”Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju ya Rasulullah.” Beliaupun membuka bajunya. Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah, dengan beberapa batu terlihat terikat di perutnya, pertanda beliau sedang menahan lapar.

Ukasyah langsung mendekati Rasulullah. Cambuk ditangannya dibuang jauh-jauh. Kemudian beliau peluk erat-erat tubuh Rasulullah sambil menangis Ukasyah berkata, ”Ya Rasulullah, ampuni aku, maafkan aku”. Lanjut Ukasyah, ”Seumur hidupku, aku bercita-cita bisa memelukmu. Karena tubuhmu tidak akan akan disentuh api neraka. Dan aku takut dengan api nereka. Maafkan aku ya Rasulullah”.

Mendengar itu, Rasulullah berkata: “Engkau harus memecut atau memaafkan aku wahai Ukasyah”. Ukasyah menjawab, “Aku telah memaafkan engkau dengan harapan Allah akan memaafkan aku di hari kiamat nanti”. 

Rasulullah SAW. tersenyum sambil berkata, ”Wahai sabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat ahli surga, maka lihatlah orang tua ini (Ukasyah)”. Semua sahabat meneteskan air mata. Kemudian para sahabat bergantian memeluk Rasulullah SAW.

Kisah di atas sangat menginspirasi kita, bahwa pernyataan, ucapan atau tindakan Rasulullah SAW dan para sahabatnya tidak pernah ada yang overclaim kepada siapapun yang dipimpinnya.   

Simpulan

Dengan memahami overclaim, menjadikan kita lebih cerdas dalam membuat pernyataan atau janji-janji kepada siapapun, karena ada pertanggungjawabannya kelak. 
Wallahu A’lam …

Oleh : Nur Alam, Jum’at Penuh Berkah, 22 Rabi’ul Akhir 1446 H./25 Oktober 2024 M. Pukul 05.10 WIB.