Bismillaah,
THE ASCETIC OF POWER
Oleh : Nur Alam
Tidak serakah dengan kekuasaan (The Ascetic of Power) adalah perilaku para Salafus Shalih (Sahabat, Tabi’in dan Tabi’it tabi’in) yang berlangsung hampir 300 tahun.
Bukan hanya ‘tidak serakah’ dalam hal makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kemewahan dunia lainnya, bahkan untuk sebuah kekuasaan atau jabatan pun mereka sangat zuhud dalam masalah itu.
Seorang Salaf, Yusuf bin Asbath berkata, “Aku tidak pernah melihat kezuhudan yang lebih sulit daripada kezuhudan terhadap kekuasaan. Kita banyak menemui orang-orang yang zuhud dalam masalah makanan, minuman, harta dan pakaian. Namun ketika diberikan kekuasaan kepadanya, maka iapun akan mempertahankan dan berani bermusuhan demi membelanya.”
Pernah Imam Ahmad ditanya tentang seorang lelaki yang memiliki seribu dinar apakah termasuk zuhud? Beliau menjawab, “Bisa saja, asalkan ia tidak terlalu gembira jika bertambah dan tidak terlalu bersedih jika berkurang.”
Hidup zuhud bukan berarti hanya fokus kepada akhirat dan menjauh samasekali dengan dunia. Imam Junaidi berkata, “Zuhud adalah menganggap kecil dunia dan menghapus pengaruhnya di hati.” Kemudian, Imam Abu Sulaiman Ad-Darani mengatakan, “Zuhud adalah meninggalkan segala sesuatu yang menyibukkan seseorang dari Allah.” Sedangkan menurut Imam Sufyan Ats-Tsauri, “Zuhud dunia adalah terbatasnya angan-angan.”
Hari-hari ini kita sedang ditayangkan sebuah tontonan pasca perhelatan besar 5 tahuan. Tontonan sebuah perilaku rezim serakah terhadap kekuasaan yang sudah dipersiapkan dua tahun terakhir secara terstruktur, masif dan sistematis. Maka, hari ini ketika para Relawan sibuk memperjuangkan kebenaran, itu adalah lebih baik daripada diam membiarkan kecurangan yang TSM itu.
Betapa sangat memalukan, di hari Kamis (15/2) dari hasil C-1 yang sudah masuk di KPU Pusat, sudah banyak terbuka kedok kecurangan paslon yang serakah kekuasaan itu. Tidak tanggung-tanggung penggelumbungan suara yang dicurangkan hampir 10 kali lipat dari suara perolehannya. Sekali lagi, Allah tidak pernah lupa dan tidur mengawasi hamba-hamba-Nya (QS. 2:255).
Karena begitu serakahnya dengan jabatan, habis semua potensinya dikerahkan. Hidup mereka seperti ungkapan ini. Uang berkata, “Kejarlah aku dan lupakan segalanya.” Waktu pun berkata, “Manfaatkan aku dan lupakan segalanya.” Juga masa depan berkata, “Berjuanglah untukku dan lupakan segalanya.” Tapi Allah berpesan, “Cukup ingat Aku saja dan Aku akan beri kamu segalanya.” (QS. 65:3).
Di sisi lain, seorang calon presiden 2024 yang sangat zuhud dari kekuasaan dengan sangat tawadhu’ berpesan, “Bila ternyata ikhtiar kita ini menemukan ujungnya yang tidak seperti kita inginkan, sudah kita kembalikan kepada Allah. Pada masalah apapun yang kita hadapi, kita katakan kita punya Allah. Ketika terjadi dead-lock pun, katakan kita punya Allah.”
Kita tetap berikhtiar sebaik-baiknnya. Jauhi kecurangan, tidak perlu menyogok dan tidak perlu menyuap. Betapapun kita berusaha, ketika dengan cara-cara yang curang tidak akan merubah takdir. Dan ikhtiar ini akan menjadi jembatan untuk menjemput takdir Allah. Karena kekuasaan di bumi dan langit hanya milik-Nya (QS. 3:26-27).
Sebagai tokoh masyarakat, asatdiz wal asatidzah, murabbi, pendidik dan guru, banyak sekali pembelajaran dari peristiwa Pemilu 2024 terburuk sepanjang sejarah Indonesia merdeka ini, untuk kita ambil ibrah dan hikmah bagi pendidikan leaderdhip anak-anak didik kita, agar kelak mereka menjadi penguasa yang zuhud dengan kekuasaannya.
Berikut ini beberapa faktor yang menjadi penyebab rakus dan rusaknya para penguasa.
Pertama, lemahnya pengamalan prinsip agama. Kedua, senang mengikuti hawa nafsu da kesenangan dunia belaka. Ketiga, sikap kolusi dan nepotisme yang berlebihan. Keempat, teman dan penasihat (orang kepercayaannya) yang tidak baik, atau menjadikan orang-orang kafir sebagai pembantu (kepercayaannya).
Kelima, menyerahkan kekuasaan atau jabatan kepada orang-orang yang tidak bermental pejuang dan ikhlas. Keenam, diktator dalam mengendalikan kekuasaan. Ketujuh, tekanan Asing atau Aseng terhadap kepemimpinnya. Dan kedelapan, terpengaruh dengan sistem negara-negara kafir dan meninggalkan sistim Islam.
Terakhir, sebuah munajat sejuk dari seorang Fudhail bin Iyad, ”Bila aku punya do’a yang terkabulkan, maka aku akan memanjatkan untuk penguasa. Karena baiknya mereka akan menentukan kebaikan orang banyak.”
Simpulan
Zuhud dalam berkuasa adalah tidak pernah mementingkan politik dinasti atau oligarkinya saja ketika berkuasa. Karena seorang penguasa yang zuhud hanya memandang dunia dari sudut pandang yang kecil saja.
Wallahul A’lam …..
-
Kranggan Permai, Jum’at Penuh Berkah, 6 Sya’ban 1445 H./16 Februari 2024 M. Pukul 05.15 WIB.