Bismillaah,
LIVING FOR LEARNING
Oleh : Nur Alam
Ada dua filosofi hidup yang berbeda. Pertama, belajar untuk hidup (Learning for living). Dan kedua, hidup untuk belajar (Living for learning).
Untuk filosofi pertama, lebih memposisikan proses belajar sebagai sarana untuk mampu bertahan hidup. Sedangkan filosofi kedua, lebih memposisikan bahwa kehidupan menjadi ruang untuk belajar yang seluas-luasnya.
Bisa jadi kedua filosofi hidup itu benar. Bagi yang bermazhab pragmatisme, akan memilih opsi yang pertama. Sedangkan yang memilih opsi kedua biasanya dianut oleh yang bermazhab idealisme. Keduanya adalah sebuah proses kehidupan, bisa yang pertama atau kedua yang lebih dominan.
Untuk penganut mazhab pragmatisme, semua hal yang tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup tidak perlu dipelajari. Seperti seorang yang tinggal di pesisir, dia hanya perlu belajar tentang melaut atau mencari ikan. Dan seorang yang tinggal di daerah pertanian, dia hanya perlu belajar cara becocok tanam.
Sebaliknya, untuk penganut mazhab idealisme, semua hal yang berhubungan praktis dengan hidup seseorang tentu tidak penting, yang terpenting adalah memanfaatkan seluruh waktu hidupnya untuk belajar tentang banyak hal.
Seorang Bloom (1979), menjelaskan bahwa belajar itu mencakup tiga domain, yaitu kognitif, berkaitan dengan pengetahuan dan pengembangan intelektual. Afektif, berkaitan dengan minat, sikap, nilai, apresiasi dan adaptasi. Dan psikomotor, berkaitan dengan keterampilan dan kecakapan individu. Dalam Islam dikenal dengan Ilmu amaliah, amal ilmiah dalam jiwa imaniah.
Di sisi lain, makna belajar secara umum adalah perubahan. Ketika selama hidup ini belum ada perubahan, berarti belum berhasil belajar. Dan selama masih bernafas, maka proses belajar masih terus terjadi. Karena, siapapun yang ada hari ini adalah hasil dari proses belajarnya hari kemarin.
Seperti konsep Merdeka Belajar, dalam Al-Qur’an dapat dijelaskan dengan filosofi ‘Iqra’ (bacalah), yaitu membaca dalam makna yang luas, yang tersurat dan tersirat. Sejatinya, spirit Merdeka Belajar itu adalah hidup untuk belajar menuju perubahan dengan penguasaan multi-disiplin ilmu dan keterampilan secara lebih luas.
Hal tersebut berdasarkan firman Allah, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (QS. 58:11). Sehingga mereka akan terus belajar mulai dari buaian sampai dengan ajalnya tiba.
Ada sebuah paradigma bahwa sekolah sebagai satu-satunya sarana belajar yang utama. Kekinian, ada pergeseran paradigma bahwa belajar boleh di mana saja, tidak dibatasi oleh empat dinding kelas. Boleh di rumah, di tempat ibadah, di alam terbuka, di pasar, bahkan di jalanan, yang penting bermanfaat dan menjadikan seseorang survive dalam kehidupannya.
However, untuk survive hidup harus melalui proses belajar. Dan hasil belajar itu bukan semata-mata untuk mendapatkan selembar kertas ijazah. Karena bukti ijazah saja belum tentu mampu menyiapkan peserta didik siap menghadapi kompetisi kehidupan menuju perubahan sesuai syariat Allah (QS. 13:11).
Sekali lagi, untuk hidup lebih survive ada baiknya kita belajar dari teladan manusia-manusia hebat, seperti ini.
Pertama, Buya Hamka, beliau sosok pembelajar dan ulama modern multitalenta di negeri ini. Meski tidak tamat SD, beliau habiskan hidupnya untuk belajar secara mandiri, sehingga hadirlah sebuah kitab tafsir Al-Azhar, sebagai hasil pena dari kegigihannya belajar, meski hidupnya dalam penjara.
Kedua, Umar bin Khattab, setelah masuk Islam, dihabiskan hidupnya untuk balajar bersama Rasulullah. Prestasinya, beliau mampu mengembangkan Islam hingga ke berbagai penjuru dunia. Juga hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk memikirkan rakyatnya. Beliau sangat khawatir ketika dirinya tidak bisa menjadi pelayan yang adil dan bijak buat rakyatnya.
Ketiga, Nabi Muhammad SAW., yang selama hidupnya langsung dibelajarkan oleh malaikat Jibril, melalui wahyu-wahyu Allah yang diturunkan kepadanya, sehingga menjadi pembelajar sejati. Pesan terakhir yang beliau sampaikan adalah "Umat-umatku", begitulah kalimat yang terucap di detik terakhir hidupnya. Semuanya selalu tentang orang lain dan bukan tentang dirinya.
Simpulan
Sejatinya hidup ini dihabiskan untuk belajar sampai ajal datang menjemput. Terus belajar dan belajar, ya belajar tentang banyak realitas kehidupan.
Seperti belajar bersyukur meski masih kurang, belajar ikhlas meski tak rela, belajar taat meski berat, belajar memahami meski tak sehati, belajar sabar meski terbebani, dan seterusnya.
Wallahu A’lam …..
-
Kranggan Permai, Jum’at Penuh Berkah, 23 Jumadil Akhir 1445 H./5 Januari 2024 M. Pukul 04.55 WIB.