Bismillaah,
ALLAH IS ENOUGH AS A WITNESS
Ketika kita bersemangat melakukan amal yang terbaik, motivasi utamanya adalah karena Allah menyukai umat-Nya melakukan amal yang terbaik.
Ketika kita membantu sahabat kita meski tidak ada yang melihat, motivasi utamanya adalah karena Alah menyukai umat-Nya yang membantu orang lain, dilihat maupun tidak dilihat orang lain.
Tidak usah memikirkan apapun balasan mereka terhadap kita. Fokus saja memantaskan diri, memperbaiki diri dan niatkan semua itu karena Allah. In syaa Allah, dengan karena Allah, semua akan menjadi berkah.
Orang tahu atau tidak, orang mau berterima kasih atau tidak, orang mau menghargai atau tidak dan orang mau membalas budi atau tidak, semua itu benar-benar tidak penting buat kita. Yang terpenting adalah cukup Allah saja yang menjadi saksi atas semua amal-amal kita (QS. 48:28).
Dari narasi di atas, maka kata kuncinya adalah ‘Wa kafa billahi syahida’, yang artinya, Cukuplah Allah yang menjadi saksi (Allah is enough as a witness).
Sahabat baikku, pernakah terbayangkan ketika perjalanan hidup kita di-film-kan dan kita sendiri menjadi aktor utamanya? Ceritanya seputar semua perbuatan yang kita pernah perankan selama hidup di dunia fana ini.
Bagaimana reaksi kita? Apakah akan penuh senyuman karena banyaknya amal kebaikan yang kita perbuat untuk sesama? Atau sebaliknya, kita bermuka masam, keringat dingin dan diselimuti rasa takut, karena terlalu banyak rahasia dan keburukan yang kita lakukan selama hidup?
Ilustrasi ini sebagai tadzkirah (pengingat), bahwa semua perbuatan kita memang disaksikan sangat detail dibanding CCTV, karena Dia Zat Yang Menyaksikan, tak pernah tidur atau lelah (QS. 82:10-12).
Di sisi lain, salah satu sifat Allah dalam Al-Asma’ul Husna adalah Asy-Syahid, artinya Allah Yang Maha Menyaksikan. Maknanya adalah kehadiran, pengetahuan, informasi, dan kesaksian. Kata ini dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 20 kali.
Allah menjadi saksi bagi hamba-hamba-Nya yang paling sempurna, meliputi lahir dan bathin, ghaib dan nyata, awal dan akhir, syariat dan hakikat, dunia dan akhirat. Seperti firman-Nya, “Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu” (QS. 58:6).
Pada ayat yang lain, "Yang memiliki kerajaan langit dan bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu"
(QS. 85:9).
Lebih dari itu, yang menjadi saksi bagi manusia pada hari kiamat adalah kitab catatan amalnya, pendengarannya, penglihatannya, tangannya, kakinya dan kulitnya. Sehingga setiap manusia tak mungkin mengelak dengan kesaksian yang ada (QS. 36:65).
Untuk memantaskan diri, bahwa kita mampu menjadi aktor utama terbaik dalam hidup ini, maka lakukan hal berikut ini.
Pertama, Termotivasi Berbuat Kebaikan
Meski orang lain tak mengetahui kebaikan yang kita lakukan, namun Allah dan para malaikat-Nya terus menyaksikan kita.
Kedua, Malu Berbuat Kejahatan
Bagaimana bisa melakukan kejahatan, ketika kita menyadari selama 24 jam, semua pikiran, ucapan dan perbuatan kita selalu disaksikan oleh Allah dan para Malaikat-Nya.
Ketiga, Beribadah dengan Ihsan
Ihsan merupakan derajat ketaqwaan yang belum tentu bisa dicapai oleh semua orang beriman. Ihsan berarti juga memperbaiki amal ibadah, karena menyadari bahwa Allah selalu menyaksikan semua ibadah kita.
Seperti kita memantaskan diri dalam mendirikan shalat. Maka, shalat itu bukan paruh waktu (part time), bukan juga beberapa waktu (some time), apalagi tidak ada waktu (no time), tetapi harus dikerjakan tepat waktu (on time). Karena kematian akan datang kapan saja (anytime).
Kesimpulan
Dengan mengingat Allah Zat Yang Maha Menyaksikan atas semua amal ibadah kita, maka melakukannya dengan amal yang terbaik, menjadi sebuah keniscayaan.
Dengan meneladani sifat Allah Yang Maha Menyaksikan (Asy-Syahid), maka akan menjadi saksi yang jujur dan teladan yang baik bagi banyak orang.
Wallahu A’lam …..
Kranggan Permai, Jum’at Penuh Berkah, 26 Jumadil Tsani 1445 H./10 Nopember 2023 M. Pukul 04.50 WIB.