BAD PRODUCT, GOOD PACKAGING

Article Image

Bismillah,

BAD PRODUCT, GOOD PACKAGING 

Ada nasihat bijak, “Lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan.” Makna singkatnya, lihatlah isinya, jangan lihat bungkusnya. 

Isi jauh lebih penting dari bungkus. Jangan sebaliknya, ga perlu isinya yang bagus-bagus amat, yang penting keren bungkusannya (Bad product, good packaging).   

Ibnu Taymiyyah pernah berkata, “Ciri khas orang yang berakal adalah melihat sesuatu tidak terjebak dengan lahirnya”. Dalam keseharian, banyak orang yang tertipu dengan penampilan fisik, lupa melihat rahasia di balik penampilan fisik tersebut.

Rasulullah SAW. mengingatkan, “Sesungguhnya Allah tidak melihat penampilan dan harta-hartamu. Tapi Allah lebih melihat hati dan amal-amalmu.” (HR. Muslim). 

Lebih tegas lagi, Imam Syafi’i, mengatakan, “Seagung-agung ibadah di antaranya adalah ketika Allah melihat ke dalam hati kita dan di dalam hati kita ini tidak ada yang diharap selain Allah.”

Kadang ada yang ucapannya memepesona, tapi untuk memperdayai orang lain. Ada yang penampilannya necis, tapi omongannya culas. Ada pula yang teriakannya lantang, ternyata itu hanya bungkus untuk menutupi kelemahannya. Silahkan, mau pilih bungkusnya atau isinya? Mau pilih omongnnya atau buktinya?

Sebuah botol ketika diisi air mineral, harganya bisa 5 ribuan. Diisi jus buah, harganya bisa 10 ribuan. Diisi madu, harganya ratusan ribu. Dan diisi minyak wangi harganya bisa jutaan. Nilainya menjadi bervariasi, padahal sama-sama dikemas dalam botol. Karena ‘isi’ yang ada di dalamnya berbeda.

Hidup ini menjadi lelah, menjemukan dan sia-sia, ketika pikiran hanya fokus mengurus bungkusan tapi mengabaikan isi. Maka, bedakanlah bagaimana seharusnya bungkus itu dan bagaimana seharusnya isi itu. Seperti diksi di bawah ini.  

Rumah yang indah itu hanya bungkusnya, keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah itu isinya. Kekayaan itu hanya bungkusnya, hati yang ridha dan qana’ah itu isinya. Kecantikan dan ketampanan itu hanya bungkusnya, kejujuran dan punya rasa malu itu isinya. Jabatan itu hanya bungkusnya, berkhidmah yang ikhlas itu isinya. Dan rejeki itu hanya bungkusnya, keberkahan itu isinya.

Nasihat dari Ali bin Abi Thalib, “Lihat apa yang dikatakan, jangan lihat siapa yang mengatakan,” maknanya, apapun yang keluar dari dubur ayam, jika itu telur, ambillah. Tapi ketika itu keluar dari wanita cantik atau pemuda tampan, tolaklah. Begitulah kebaikan, bisa berasal dari mana saja, bukan dari siapa ia keluarnya.

Itulah nasihat kebaikan yang bisa diperoleh, mungkin dari anak-anak, orang terlantar bahkan dari orang gila sekalipun. Ketika berisi kebaikan, mengapa tidak kita ambil? Sebaliknya, ketika keburukan yang keluar dari seorang profesor, pejabat, bangsawan atau presiden sekalipun, maka tolak sejauh-jauhnya.

Janganlah mencibir sesuatu karena kulitnya, sebaliknya jangan terkagum-kagum karena bungkusnya. “Boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. 2:216). 

Dalam konteks di atas, ada hal yang sangat serius untuk menjadi ekstra perhatian kita.

Pertama, jangan pernah bermegah-megahan dalam membangun masjid Allah, karena dampaknya akan mengurangi nilai ‘ubudiyah’ dan kurang rasa 'tawadhu’ bagi yang hadir di dalamnya. Sering yang diperlihatkan di dalamnya nilai-nilai arsitektur dan kaligrafinya yang cenderung berlebihan.

Kedua, pengelola lembaga pendidikan, jangan hanya fokus pada kemegahan bangunan fisik bak hotel bintang lima plus diamond, tapi nilai-nilai spiritual para dosen, guru, karyawan dan anak didiknya cenderung diabaikan, bahkan akhlak mereka sangat menyelisihi syariat Allah. Terlebih sekolah yang berlabel Islam. 

Ketiga, penyelenggara lembaga filantropi, jangan hanya dalam promonya saja untuk kemanusiaan di Palestina, Rohingya, Uighur dll., tapi dalam praktiknya sering menjadi ‘bancakan’ para pengelolanya. Masih ingat kasus ACT di Jakarta beberapa tahun lalu?

Keempat, pebisnis atau pengusaha, jangan pernah berlaku curang. Ingat, sudah berapa banyak jembatan, jalan raya, gedung, hotel yang ambruk. Pedagang di pasar-pasar, jangan pernah mengurangi ukuran atau timbangan. Bungkusnya 1 kg, tapi isinya hanya 8 ons.  

Kelima, calon pejabat negara (legislatif, eksekutif dan judikatif) menjelang Pilpres dan Pileg 2024, sebelum diangkat sangat dekat dengan rakyat kecil dengan janji manisnya. Setelah jadi pejabat, tidak kenal lagi dengan rakyat kecil yang mengangkatnya.   

Simpulan

Biasakanlah melihat isinya, bukan bungkusnya. Namun, bukan berarti bungkus tak penting, hanya saja isi harus mendapat perhatian yang lebih. 

Prioritaskan isinya dan rawatlah bungkusnya. Karena kebaikan sekalipun ketika tidak dibungkus dengan kebaikan, akan menjadi hal yang kurang baik pula.
Fastabiqul khairat …
Jum’at Penuh Berkah, Kranggan Permai, 20 Rabi’ul Awwal 1445 H./6 Oktober 2023 M., pukul 04.55 WIB.